Blockchain sering disebut teknologi masa depan yang bisa meningkatkan transparansi. Pemerintah di berbagai negara mulai menguji penerapan blockchain dalam administrasi publik, mulai dari registrasi tanah hingga sistem pemilu.
Keunggulan blockchain ada pada catatan data yang permanen, transparan, dan sulit dimanipulasi. Hal ini menjadikannya ideal untuk mencegah korupsi dan meningkatkan kepercayaan publik.
Estonia menjadi contoh sukses dengan e-government berbasis blockchain. Proses administrasi menjadi cepat, murah, dan transparan. Negara lain seperti Georgia dan Dubai juga mengikuti langkah serupa.
Namun, adopsi blockchain tidak selalu mudah. Infrastruktur teknologi masih terbatas, biaya implementasi tinggi, dan banyak negara kekurangan tenaga ahli di bidang ini.
Selain itu, isu privasi tetap menjadi masalah. Data sensitif warga bisa terekspos jika sistem tidak dikelola dengan benar. Regulasi dan etika penggunaan harus diperjelas sebelum blockchain bisa diadopsi luas.
Kritikus menilai banyak pemerintah menggunakan blockchain hanya sebagai gimmick politik. Mereka ingin terlihat modern tanpa benar-benar menyiapkan sistem yang matang.
Meski penuh tantangan, blockchain tetap punya potensi besar. Jika diterapkan dengan benar, teknologi ini bisa merevolusi birokrasi dan memperkuat demokrasi.
Apakah blockchain di pemerintahan sekadar tren, atau benar-benar revolusi? Jawabannya ada pada komitmen negara untuk menggunakannya secara serius.